Minggu, 31 Januari 2016

Arsip teks

Berikut ini adalah versi HTML dari file http://ners.unair.ac.id/materikuliah/Askep%20Komplikasi%20Post%20Partum.pdf.
G o o g l e membuat versi HTML dari dokumen tersebut secara otomatis pada saat menelusuri web.
Page 1
dengan KOMPLIKASI POST PARTUM Oleh Ni Ketut Alit Armini PSIK – FK UNAIR SURABAYA
Page 2
Hemoragik Post Partum (HPP) Perdarahan yang melebihi 500 cc segera setelah lahir  Perubahan kondisi ibu, tanda- tanda vital, Hb<8 gr% Perdarahan Pasca Persalinan Dini/Early HPP/Primary HPP Perdarahan dalam 24 jam pertama setelah bayi lahir Kejadian 1 : 200 kelahiran Perdarahan Pasca Persalinan Lambat /Late HPP : Perdarahan antara hari ke 2 sampai 6 mgg post partum Kejadian 1 : 1000 kelahiran SEBAB UTAMA KEMATIAN IBU …………
Page 3
Etiologi Perdarahan Post Partum … • Retensio plasenta • Atonia uteri • Robekan servik atau vagina • Koagulopati
Page 4
Retensio Plasenta .. . Plasenta belum lahir ½ jam sesudah anak lahir 1. Sebab Fungsionil : • His kurang kuat •Plasenta sulit lepas karena : - tempat insersi di sudut tuba - bentuknya membranacea, anularis - ukuran sangatkecil
Page 5
Retensio Plasenta…….. Sebab patologi anatomis : • Plasenta Acreta : Vili choriales menanamkan diri lebih dalam ke dalam dinding rahim • Plasenta Increta : Vili choiriales sampai masuk ke dalam lapisan otot rahim • Plasenta Percreta : Vili choiriales menembus lapisan otot dan mencapai serosa atau menembusnya
Page 6
Penatalaksanaan .....  Pelepasan plasenta manuil memakai sarung tangan steril labia dibuka, tangan masuk scr obstetris dalam vagina tangan luar menahan fundus uteri tangan dalam menusur tali pusat dan melepaskan plasenta dari pinggir dengan sisi tangan sebelah kelingking Plasenta Acreta …completa Histerektomi
Page 7
ATONIA UTERI …. Perdarahan pada atonia uteri : rahim terlalu meregang • Bayi yang besar • Kehamilan kembar • Hidramnion Faktor lain…….. Grande multipara, solusio plasenta, plasenta previa, partus lama Tanda dan gejala ……… 1. Kontraksi uterus lemah 2. Perdarahan pervaginam berwarna merah tua 3. Tanda – tanda shock
Page 8
• Kaji kondisi ibu pasca salin sejak awal • Siapkan keperluan tindakan gawat darurat • Atasi jika terjadi syok • Pastikan kontraksi berlangsung baik • Pastikan plasenta lahir lengkap • Lakukan uji bekuan darah • Pasang kateter- pantau cairan masuk dan keluar • Lakukan observasi ketat 2 jam pertama dan lanjutkan pemantauan terjadwal 4 jam berikutnya ……… PENATALAKSANAAN UMUM…
Page 9
PENGKAJIAN 1. Identitas nama, usia, pekerjaan, agama, alamat 2. Keluhan Utama Perdarahan dari jalan laahir, badan lemah, keringat dingin, perubahan kesadaran 3. Riwayat kehamilan, persalinan 4. Riwayat kesehatan 5. Pengkajian fisik Tanda vital, fundus uteri, kulit, pervaginam, kandung kemih 6. Psikososial
Page 10
DIAGNOSA KEPERAWATAN Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan pervaginam Risiko infeksi b/d perdarahan Risiko shock hipovolemik b/d perdarahan Cemas b/d kondisi komplikasi
Page 11
INFEKSI POST PARTUM - Infeksi puerperalis…….. Infeksi pada traktus genitalia, terjadi sesudah melahirkan Tanda : Suhu tubuh >38 C selama 2 hari berturut dalam 10 hari….
Page 12
ETIOLOGI …. 1. Streptococcus Haemoliticus Aerobius 2. Staphylococcus Aurius 3. Escheria Coli 4. Clostridium Wekhi
Page 13
Cara Terjadinya Infeksi ……  Tangan pemeriksa membawa infeksi  Droplet infeksion  Infeksi nosokomial  Coitus pada akhir kehamilan  Infeksi intra partum : partus lama – partus kasep
Page 14
FAKTOR PREDISPOSISI  Semua kondisi yang dapat menurunkan daya tahan penderita  Partus lama, terutama dengan ketuban yang lama pecahnya  Tindakan bedah vaginal  Tertinggalnya sisas plasenta  Kurang gizi atau malnutrisi  Anemia  Higiene yang buruk  Kelelahan  Kurang baiknya upaya pencegahan infeksi pada saat partus
Page 15
JENIS INFEKSI POST PARTUM…… Infeksi pada perineum, vulva, vagina, servik dan endometrium a. Vulvitis ; infeksi perineum/luka episiotomi Luka merah, bengkak, jahitan lepas, ulkus – pus b. Vaginitis : Luka melalui luka vagina atau perineum mukosa bengkak kemerahan, ulkus getah bernanah c. Servisitis : infeksi menimbulkan banyak gejala luka meluas ke ligamentum latum menjalar ke parametrium
Page 16
d. Endometritris….. Kuman memasuki endometrium biasanya pada luka bekas insersio plasenta, dan dalam waktu singkat menyebar Desidua mengalami nekrosis --- getah berbau e. Septikemia – Piemia Infeksi umum – Streptoccocus Haemoliticus Gol A f. Peritonitis – parametritis Infeksi menyebar melalui pembuluh limfe di dalam uterus
Page 17
Penatalaksanaan Perawatan Pengkajian Data umum Riwayat obstetri Komplikasi yang menyertai kehamilan – persalinan Riwayat kesehatan Riwayat alergi, konsumsi obat, dsb Kebiasaan / pola sehari- hari
Page 18
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Status persalinan Monitor tanda – tanda vital Pemeriksaan alat genital / organ reproduksi - Pembengkakan - Keluar getah/ cairan berbau, kental/ encer - Pemeriksaan swab vagina - Test darah
Page 19
Masalah Keperawatan …… Gangguan rasa nyaman nyeri b/d proses infeksi Ansietas atau ketakutan b/d kurangnya pengetahuan tentang gejala yang muncul Kurangnya pengetahuan tentang higiene yang tepat b/d kurangnya informasi.
Page 20
Thank You For Attention


Berikut ini adalah versi HTML dari file http://digilib.ump.ac.id/download.php?id=3112.
G o o g l e membuat versi HTML dari dokumen tersebut secara otomatis pada saat menelusuri web.
Page 1
17        BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keputihan
1. Pengertian Keputihan merupakan masalah klinis yang umum dengan banyak penyebab. Dalam terminologi terdahulu seperti “non spesifik vaginitis” atau “non spesifik infeksi saluran kelamin bawah” sering digunakan untuk menggambarkan kondisi yang menyebabkan keputihan. Baru-baru ini, definisi cermat dari sindrom klinis dan peningkatan pengetahuan tentang agen khusus yang menyebabkan infeksi genital pada wanita telah membuat kemungkinan diagnosis yang tepat (Puri, Madan, & Bajaj, 2003). Keputihan (Leukore/fluor albus/vaginal discharge leukore) merupakan cairan yang keluar dari vagina. Dalam keadaan biasa, cairan ini tidak sampai keluar namun belum tentu bersifat patologis (berbahaya). Pengertian lain adalah setiap cairan yang keluar dari vagina selain darah dapat berupa sekret, transudasi atau eksudat dari organ atau lesi dari saluran genital. Cairan normal vagina yang berlebih. Jadi hanya meliputi sekresi dan transudasi yang berlebih, tidak termasuk eksudat (Mansjoer et al, 2001). Leukorea (keputihan) yaitu cairan putih yang keluar dari liang senggama secara berlebihan (Manuaba, 2009). Keputihan merupakan data yang sering ditemukan pada peradangan saluran genetalia wanita. Normalnya, pada 17
Page 2
18        waktu ovulasi cairan yang keluar jumlahnya sedikit, encer dan berwarna putih (Long, 1996). 2. Epidemiologi Penelitian secara epidemiologi, fluor albus patologis dapat menyerang wanita mulai dari usia muda, usia reproduksi sehat maupun usia tua dan tidak mengenal tingkat pendidikan, ekonomi dan sosial budaya, meskipun kasus ini lebih banyak dijumpai pada wanita dengan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang rendah. Fluor albus patologis sering disebabkan oleh infeksi, salah satunya bakteri vaginosis (BV) adalah penyebab tersering (40-50% kasus terinfeksi vagina), vulvovaginal candidiasis (VC) disebabkan oleh jamur candida species, 80-90% oleh candida albicans, trichomoniasis (TM) disebabkan oleh trichomoniasis vaginalis, angka kejadiannya sekitar 5-20% dari kasus infeksi vagina (Haryadi, 2011). 3. Penyebab Etiologi fluor albus sampai sekarang masih sangat bervariasi sehingga disebut multifaktorial. Faktor-faktor tersebut mengharuskan seorang dokter meningkatkan ketajaman dalam pemeriksaan pasien, analisis penyebab serta memberikan terapi atau tindakan yang sesuai. Fluor albus dapat dijumpai pada wanita dengan diagnosa vulvitis, vaginitis, servisitis, endometritis, dan adneksitis. Mikroorganisme patologis dapat memasuki traktus genitalia wanita dengan berbagai cara, misalnya seperti senggama, trauma atau perlukaan pada
Page 3
19        vagina dan serviks, benda asing, alat-alat pemeriksaan yang tidak steril, pada saat persalinan dan abortus (Candran, 2002). Keputihan disebabkan oleh beberapa hal yaitu infeksi, benda asing, penyakit organ kandungan, kelelahan, gangguan hormon, pola hidup tidak sehat dan stres akibat kerja. Keputihan disebabkan oleh adanya perubahan flora normal yang berdampak terhadap derajat keasaman (pH) organ reproduksi wanita (Indarti, 2004). Burke (2006), menyatakan bahwa ada beberapa penyebab keputihan. Keputihan fisiologis terjadi ketika pada masa ovulasi. Selain itu keputihan juga disebabkan oleh adanya infeksi vagina, infeksi dalam servik, adanya tampon atau benda asing dan adanya keganasan servik. Vaginitis yang disebabkan oleh infeksi jamur atau protozoa dapat menyebabkan perubahan keputihan, berbau, terasa gatal, iritasi vulvovaginal, disuria atau dispareunia tergantung pada jenis infeksi. Vaginosis bakteri terutama ditandai dengan keluarnya cairan yang berbau busuk, hal tersebut umum terjadi pada wanita dengan banyak pasangan seks dan disebabkan oleh pertumbuhan berlebih dari beberapa jenis bakteri anaerob yang fakultatif. Vulvovaginal candididasis ditandai dengan rasa gatal, dan keluarnya keputihan seperti keju. Keputihan yang disebabkan oleh trikomonas ditandai dengan keluarnya cairan yang berwarna kekuningan atau kehijauan yang berlebihan dan kadang-kadang berbusa) (Puri et al, 2003). Ada 4 penyebab utama yang dapat menyebabkan perubahan flora normal dan memicu keputihan (Ichwan, 2009):
Page 4
20        a. Faktor Fisiologis Keputihan yang bersifat normal (fisiologis) pada perempuan normalnya hanya ditemukan pada daerah porsio vagina. Sekret patologik biasanya terdapat pada dinding lateral dan anterior vagina. Keputihan fisiologis terdiri atas cairan yang kadang-kadang berupa mukus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang. Sedangkan pada keputihan yang patologik terdapat banyak leukosit. Keputihan yang fisiologis dapat ditemukan pada: (1) Waktu disekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen; keputihan ini dapat menghilang sendiri akan tetapi dapat menimbulkan kecemasan pada orang tua. (2) Wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum dan pada waktu koitus, disebabkan oleh pengeluaran transudat dari dinding vagina. (3) Waktu disekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-kelanjar serviks uteri menjadi lebih encer. (4) Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri juga bertambah pada wanita dengan penyakit menahun, dengan neurosis, dan pada wanita dengan ektropion porsionis uteri (Wiknjosastro, 2005). b. Faktor konstitusi Faktor konstitusi misalnya karena kelelahan, stres emosional, karena ada masalah dalam keluarga atau pekerjaan, bisa juga karena penyakit yang melelahkan seperti gizi yang rendah ataupun diabetes. Bisa
Page 5
21        juga disebabkan oleh status imunologis yang menurun maupun obat- obatan. Diet yang tidak seimbang juga dapat menyebabkan keputihan terutama diet dengan jumlah gula yang berlebihan, karena merupakan faktor yang sangat memperburuk terjadinya keputihan (Ichwan, 2009). Diet memegang peranan penting untuk mengendalikan infeksi jamur. Dengan makanan yang cukup gizi kita bisa membantu tubuh kita memerangi infeksi dan mencegah keputihan vagina yang berlebihan. Hindari makanan yang banyak mengandung karbohidrat dengan kadar gula tinggi seperti tepung, sereal, dan roti. Makanan dengan jumlah gula yang berlebihan dapat menimbulkan efek negatif pada bakteri yang bermanfaat yang tinggal di dalam vagina. Selaput lendir dinding vagina mengeluarkan glikogen, suatu senyawa gula. Bakteri yang hidup di vagina disebut lactobacillus (bakteri baik) meragikan gula ini menjadi asam laktat. Proses ini menghambat pertumbuhan jamur dan menahan perkembangan infeksi vagina. Gula yang dikonsumsi berlebihan dapat menyebabkan bakteri lactobacillus tidak dapat meragikan semua gula ke dalam asam laktat dan tidak dapat menahan pertumbuhan penyakit, maka jumlah menjadi meningkat dan jamur atau bakteri perusak akan bertambah banyak (Clayton, 2005).
Page 6
22        c. Faktor iritasi Faktor iritasi sebagai penyebab keputihan meliputi, penggunaan sabun untuk mencuci organ intim, iritasi terhadap pelicin, pembilas atau pengharum vagina, ataupun bisa teriritasi oleh celana (Ichwan, 2009). Menurut Clayton (2005), penyebab dari keputihan, antara lain: a. Penggunaan celana dalam yang tidak menyerap keringat Jamur tumbuh subur pada keadaan yang hangat dan lembab. Celana dalam yang terbuat dari nilon tidak dapat menyerap keringat sehingga menyebabkan kelembaban. Campuran keringat dan sekresi alamiah vagina sendiri mulai bertimbun, sehingga membuat selangkangan terasa panas dan lembab. Keadaan ini menjadi tempat yang cocok untuk pertumbuhan jamur candida dan bakteri lain yang merugikan. b. Penggunaan celana panjang yang ketat. Celana panjang yang ketat juga dapat menyebabkan keputihan yang merupakan penghalang terhadap udara yang berada disekitar daerah genetalia dan merupakan perangkap keringat pada daerah selangkangan. Bila pemakaian jeans digabungkan dengan celana nilon di bawahnya, efeknya sangat membahayakan. c. Penggunaan deodorant vagina Deodorant vagina sebenarnya tidak perlu karena dapat mengiritasi membran mukosa dan mungkin menimbulkan keputihan. Deodorant tidak
Page 7
23        dapat bekerja semestinya karena deodorant tidak mempengaruhi kuman- kuman di dalam vagina. Deodorant membuat vagina menjadi lebih kering dan gatal serta dapat menyebabkan reaksi alergi. Mandi dengan busa sabun dan antiseptik sebaiknya dihindari karena alasan yang sama. Keduanya dapat mematikan bakteri alamiah dalam vagina dengan cara yang mirip dengan antibiotika. d. Patologis Menurut Manuaba (1998), pada keputihan patologis cairan yang keluar mengandung banyak leukosit. Tanda-tanda keputihan patologis antara lain cairan yang keluar sangat kental dan berubah warna, bau yang menyengat, jumlahnya yang berlebih dan menyebabkan rasa gatal, nyeri serta rasa sakit dan panas saat berkemih. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya keputihan antara lain benda asing dalam vagina, infeksi vaginal yang disebabkan oleh kuman, jamur, virus, dan parasit serta tumor, kanker dan keganasan alat kelamin juga dapat menyebabkan terjadinya keputihan. Di dalam vagina terdapat berbagai bakteri, 95% adalah bakteri lactobacillus dan selebihnya bakteri patogen (bakteri yang menyebabkan penyakit). Dalam keadaan ekosistem vagina yang seimbang, dibutuhkan tingkat keasaman pada kisaran 3,8-4,2, dengan tingkat keasaman tersebut lactobacillus akan subur dan bakteri bakteri patogen tidak akan mengganggu. Peran penting dari bakteri dalam flora vaginal adalah untuk menjaga derajat keasaman (pH) agar tetap pada level normal. Pada kondisi
Page 8
24        tertentu kadar pH bisa berubah menjadi lebih tinggi atau lebih rendah dari normal. Jika pH vagina naik menjadi lebih tinggi dari 4,2 (kurang asam/basa), maka jamur akan tumbuh dan berkembang. Akibatnya akan kalah dari bakteri patogen (Pribakti, 2010). Keputihan patologis akibat infeksi diakibatkan oleh infeksi alat reproduksi bagian bawah atau pada daerah yang lebih proksimal, yang bisa disebabkan oleh infeksi gonokokus, trikomonas, klamidia, treponema, candida, human papiloma virus, dan herpes genitalis (Koneman, 1992). (1) Bakteri (a) Gonococcus Penyebab gonococcus adalah coccus gram negatif “Neisseria gonorrhoeae” ditemukan oleh Neisser pada 1879. Neisseria gonorrhoeae adalah diplokokus berbentuk biji kopi, bakteri yang tidak dapat bergerak, tidak memiliki spora, jenis diplokokkus gram negatif dengan ukuran 0,8-1,6 mikro, bersifat tahan asam. Bakteri gonokokkus tidak tahan terhadap kelembaban, yang cenderung mempengaruhi transmisi seksual. Bakteri ini bersifat tahan terhadap oksigen tetapi biasanya memerlukan 2-10% CO2 dalam pertumbuhannya di atmosfer. Bakteri ini membutuhkan zat besi untuk tumbuh dan mendapatkannya melalui transferin, laktoferin dan hemoglobin. Organisme ini tidak dapat hidup pada daerah kering dan suhu
Page 9
25        rendah, tumbuh optimal pada suhu 35-37°C dan pH 7,2-8,5 untuk pertumbuhan yang optimal. Pada sediaan langsung dengan gram, bersifat tahan asam. Pada sediaan langsung dengan pewarnaan gram bersifat gram negatif, terlihat di luar dan dalam leukosit, kuman ini tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam keadaan kering, dan tidak tahan zat desinfektan. Secara morfologik gonokok terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai pili dan bersifat virulen, serta 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili dan bersifat nonvirulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan menyebabkan reaksi radang. Organisme ini menyerang membran mukosa, khususnya epitel kolumnar yang terdapat pada uretra, servik uteri, rectum, dan konjungtiva. (b) Clamidya Trachomatis Bakteri ini sering menyebabkan penyakit mata yang dikenal dengan penyakit traukoma. Bakteri ini juga dapat ditemukan pada cairan vagina yang berwarna kuning seperti pus. Sering kencing dan terdapat perdarahan vagina yang abnormal. Dan terlihat melalui mikroskop setelah diwarnai dengan pewarnaan Giemsa. Bakteri ini membentuk suatu badan inklusi yang berada dalam sitoplasma sel-sel vagina.
Page 10
26        (c) Gardanerella Gardanerella menyebabkan peradangan vagina yang tidak spesifik dan kadang dianggap sebagai bagian dari mikroorganisme normal dalam vagina karena seringnya ditemukan. Bakteri ini biasanya mengisi penuh sel epitel vagina dengan membentuk bentukan khas dan disebut clue cell. Pertumbuhan yang optimal pada pH 5-6,5. (d) Treponema Palidum Bakteri ini merupakan penyebab penyakit sifilis. Pada perkembangan penyakit dapat terlihat sebagai kutil-kutil kecil di vulva dan vagina yang disebut kondilomalata. Bakteri berbentuk spiral panjang 6-15 μ, lebar 0, 25 μ, lilitan 9-24 dan tampak bergerak aktif (gerak maju & mundur, Berotasi undulasi sisi ke sisi) pada pemeriksaan mikroskopis lapangan gelap. (2) Parasit (Trichomonas Vaginalis) Parasit ini berbentuk lonjong dan mempunyai bulu getar dan dapat bergerak berputar-putar dengan cepat. Gerakan ini dapat dipantau dengan mikroskop. Cara penularan penyakit ini dengan senggama. Walaupun jarang dapat juga ditularkan melalui perlengkapan mandi, seperti handuk atau bibir kloset.
Page 11
27        (3) Jamur (Candida Albicans) Cairan yang dikeluarkan biasanya kental, berwarna putih susu seperti susu pecah atau seperti keju, dan sering disertai gatal, vagina tampak kemerahan akibat proses peradangan. Dengan KOH 10% tampak sel ragi (blastospora) dan hifa semu (pseudohifa). Beberapa keadaan yang dapat merupakan tempat yang subur bagi pertumbuhan jamur ini adalah kehamilan, diabetes mellitus, pemakai pil kontrasepsi. Pasangan penderita juga biasanya akan menderita penyakit jamur ini. Keadaan yang saling menularkan antara pasangan suami-istri disebut sebagai fenomena ping-pong. (4) Virus (a) Herpes Simplek Virus herpes yang paling sering (> 95%) adalah virus herpes simpleks tipe 2 yang merupakan penyakit yang ditularakan melalui senggama, namun 15%-35% dapat juga disebabkan virus herpes simpleks tipe 1. Pada awal infeksi tampak kelainan kulit seperti melepuh seperti terkena air panas yang kemudian pecah dan menimbulkan luka seperti borok. Pasien merasa kesakitan. (b) Human Papilloma Virus Papovavirus merupakan virus kecil (diameter 45-55 µm) yang mempunyai genom beruntai ganda yang sirkuler diliputi
Page 12
28        oleh kapsid (kapsid ini berperan pada tempat infeksi pada sel) yang tidak berpembungkus menunjukkan bentuk simetri ikosahedral. Berkembang biak pada inti sel. Human papilloma virus merupakan penyebab dari kondiloma akuminata. Kondiloma ditandai dengan tumbuhnya kutil-kutil yang kadang sangat banyak dan dapat bersatu membentuk jengger ayam berukuran besar. Cairan di vagina sering berbau tanpa rasa gatal. Penyakit ini ditularkan melalui senggama dengan gambaran klinis menjadi lebih buruk bila disertai gangguan sistem imun tubuh seperti pada kehamilan, pemakaian steroid yang lama seperti pada pasien dengan gagal ginjal atau setelah transplantasi ginjal, serta penderita HIV/AIDS. 4. Gejala Indikasi keputihan dapat dilihat dari jumlah cairan, warna, bau dan konsistensi. Pada keputihan normal, jumlah cairannya sedikit, warnanya putih jernih, bau yang ditimbulkan tidak menyengat dan khas dan dengan konsistensi agak lengket. Sedangkan keputihan yang abnormal jumlahnya lebih banyak, warnanya dapat kuning, coklat, kehijauan, bahkan bahkan kemerahan, baunya dapat berbau asam, amis, bahkan busuk. Konsistensinya bisa cair atau putih kental seperti kepala susu (Indarti, 2004). Keluarnya cairan berwarna putih, kekuningan atau putih kelabu dari saluran vagina. Cairan ini dapat encer atau kental, dan kadang-kadang berbusa.
Page 13
29        Mungkin gejala ini merupakan proses normal sebelum atau sesudah haid pada wanita tertentu. Pada penderita tertentu, terdapat rasa gatal yang menyertainya. Biasanya keputihan yang normal tidak disertai dengan rasa gatal. Keputihan juga dapat dialami oleh wanita yang terlalu lelah atau yang daya tahan tubuhnya lemah. Sebagian besar cairan tersebut berasal dari leher rahim, walaupun ada yang berasal dari vagina yang terinfeksi, atau alat kelamin luar (Joseph & Nugroho, 2010). Burke (2006), keputihan yang abnormal dapat dilihat dari warna, bau, atau konsistensi dan peningkatan atau penurunan jumlahnya. Hal tersebut bervariasi, konsistensinya dapat kental, seperti bubur atau encer. Warnanya dapat jernih atau keabu-abuan, dan baunya dapat berbau normal (khas), amis, atau berbau busuk. 5. Patogenesis Greer, Cameron dan Mangowan (2003) mengemukakan bahwa di dalam vagina terdapat berbagai bakteri, 95% adalah bakteri lactobacillus dan selebihnya bakteri patogen (bakteri yang menyebabkan penyakit). Dalam keadaan ekosistem vagina yang seimbang, bakteri patogen tidak akan mengganggu. Peran penting dari bakteri dalam flora normal vagina adalah untuk menjaga derajat keasaman (pH) agar tetap pada level normal. Dengan tingkat keasaman tersebut, lactobacillus akan tumbuh subur dan bakteri patogen akan mati. Pada kondisi tertentu, pH bisa berubah menjadi lebih tinggi atau lebih rendah dari normal. Jika pH wanita naik menjadi 4,2 (kurang asam),
Page 14
30        maka jamur akan tumbuh dan berkembang. Akibatnya lactobacillus akan kalah dari bakteri patogen. Meskipun banyak variasi warna, konsistensi, dan jumlah dari sekret vagina bisa dikatakan suatu yang normal, tetapi perubahan itu selalu diinterpretasikan penderita sebagai suatu infeksi, khususnya disebabkan oleh jamur. Beberapa perempuan pun mempunyai sekret vagina yang banyak sekali. Dalam kondisi normal, cairan yang keluar dari vagina mengandung sekret vagina, sel-sel vagina yang terlepas dan mukus serviks, yang akan bervariasi karena umur, siklus menstruasi, kehamilan, dan atau penggunaan pil KB (Greer et al, 2003). Lingkungan vagina yang normal ditandai adanya suatu hubungan yang dinamis antara lactobacillus acidophilus dengan flora endogen lain, estrogen, glikogen, dan hasil metabolit lain. lactobacillus acidophilus menghasilkan endogen peroksida yang toksik terhadap bakteri patogen. Karena aksi dari estrogen pada epitel vagina, produksi glikogen, lactobacillus (Doderlein) dan produksi asam laktat yang menghasilkan pH vagina yang rendah sampai 3,8- 4,5 dan pada level ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain (Greer et al, 2003). Kandidiasis vaginalis merupakan infeksi vagina yang disebabkan oleh candida sp. terutama C. albicans. Infeksi Candida terjadi karena perubahan kondisi vagina. Sel ragi akan berkompetisi dengan flora normal sehingga terjadi kandidiasis. Hal-hal yang mempermudah pertumbuhan ragi adalah
Page 15
31        penggunaan antibiotik yang berspektrum luas, penggunaan kontrasepsi, kadar estrogen yang tinggi, kehamilan, diabetes yang tidak terkontrol, pemakaian pakaian ketat, pasangan seksual baru dan frekuensi seksual yang tinggi (Greer et al, 2003). Perubahan lingkungan vagina seperti peningkatan produksi glikogen saat kehamilan atau peningkatan hormon esterogen dan progesteron karena kontrasepsi oral menyebabkan perlekatan candida albicans pada sel epitel vagina dan merupakan media bagi pertumbuhan jamur. candida albicans berkembang dengan baik pada lingkungan pH 5-6,5. Perubahan ini bisa asimtomatis atau sampai menimbulkan gejala infeksi. Penggunaan obat immunosupresan juga menjadi faktor predisposisi kandidiasis vaginalis (Greer et al, 2003). Pada penderita dengan Trikomoniasis, perubahan kadar estrogen dan progesteron menyebabkan peningkatan pH vagina dan kadar glikogen sehingga berpotensi bagi pertumbuhan dan virulensi dari trichomonas vaginalis. Vaginitis sering disebabkan karena flora normal vagina berubah karena pengaruh bakteri patogen atau adanya perubahan dari lingkungan vagina sehingga bakteri patogen itu mengalami proliferasi. Antibiotik kontrasepsi, hubungan seksual, stres dan hormon dapat merubah lingkungan vagina tersebut dan memacu pertumbuhan bakteri pathogen (Greer et al, 2003) Pada vaginosis bakterial, diyakini bahwa faktor-faktor itu dapat menurunkan jumlah hidrogen peroksida yang dihasilkan oleh lactobacillus
Page 16
32        acidophilus sehingga terjadi perubahan pH dan memacu pertumbuhan gardnerella vaginalis, mycoplasma hominis dan mobiluncus yang normalnya dapat dihambat. Organisme ini menghasilkan produk metabolit misalnya amin, yang menaikkan pH vagina dan menyebabkan pelepasan sel-sel vagina. Amin juga merupakan penyebab timbulnya bau pada fluor albus pada vaginosis bacterial (Greer et al, 2003) Fluor albus mungkin juga didapati pada perempuan yang menderita tuberculosis, anemia, menstruasi, infestasi cacing yang berulang, juga pada perempuan dengan keadaan umum yang jelek, higiene yang buruk dan pada perempuan yang sering menggunakan pembersih vagina, disinfektan yang kuat (Donders, 1999). 6. Klasifikasi Keputihan Keputihan dapat dibedakan antara keputihan yang fisiologis dan patologis. Keputihan fisiologis terdiri atas cairan yang terkadang berupa mucus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang. Sedangkan pada keputihan yang patologis terdapat banyak leukosit. Keputihan fisiologis ditemukan pada: a. Bayi yang baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari; di sini sebabnya ialah pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin. b. Waktu disekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen; leukore di sini hilang sendiri, akan tetapi dapat menimbulkan keresahan pada orang tuanya.
Page 17
33        c. Wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum dan pada waktu koitus, disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding vagina. d. Waktu disekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-kelenjar servik uteri menjadi lebih encer. e. Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelanjar servik uteri juga bertambah pada wanita dengan penyakit menahun, dengan neurosis, dan pada wanita dengan ektropion porsionis uteri. Penyebab paling penting dari leukorea patologik ialah infeksi. Di sini cairan mengandung banyak leukosit dan warnanya agak kekuning-kuningan sampai hijau, seringkali lebih kental dan berbau. Radang vulva, vagina, serviks, dan cavum uteri dapat menyebabkan leukorea patologik; pada adneksitis gejala tersebut dapat pula timbul. Selanjutnya leukorea ditemukan pada neoplasma jinak atau ganas, apabila tumor itu dengan permukaannya untuk sebagian atau seluruhnya memasuki lumen saluran alat-alat genital (Wiknjosastro, 2005). Mansjoer, et al (2001) mengklasifikasikan keputihan sebagai berikut: a. Jernih berlendir banyak dan tidak berbau. Keputihan jenis ini disebabkan oleh adanya ovulasi, hiperesterogen, dan stress. b. Berwarna seperti susu, kental, lengket, jumlanya sangat banyak dan tidak berbau. Keputihan ini dapat disebabkan oleh karena adanya vaginitis (corynebacterium vaginale).
Page 18
34        c. Berwarna coklat, encer seperti air, sangat banyak jumlahnya, dan lembab. Keputihan ini terjadi akibat vaginitis, servisitis, stenosis serviks, endometeritis, dan neoplasma pasca radiasi. d. Berwarna abu-abu dengan garis darah, encer, jumlahnya sangat banyak dan berbau busuk. Keputihan ini terjadi akibat adanya ulkus vagina, vaginitis, servisitis piogenik (trauma pesarium), neoplasma ganas/jinak. e. Jika hasil pemeriksaan fisik dan sediaan apus 2 kali berturut-turut negatif, kemungkinan penyebabnya adalah vulvovaginitis psikosomatik. f. Keputihan akibat adanya benda asing dengan infeksi sekunder misal tampon penyebabnya adalah toxic shock syndrome. g. Berwarna merah muda, terdapat serosa, banyak, dan tidak berbau. Keputihan ini terjadi akibat infeksi bakteri non-spesifik, hiperesterogen hal ini dapat menyebabkan vaginitis atrofi, dispareunia, gatal, vagina kering. h. Putih, encer berbintik banyak, berbau apek disertai penyakit sistemik, saat buang air kecil terasa panas, pruritus vulva, pseudohifa yang disebabkan oleh candida albicans. i. Kuning kehijauan, berbusa, sangat banyak, gatal, berbau busuk, nyeri tekan di vulva dan sekitar eritema vagina yang ptekie. Keputihan ini dapat terjadi disebabkan oleh infeksi trichomonas vaginalis. j. Kuning, kental, sangat banyak, terasa panas, gatal, nyeri tekan, sakit saat miksi dapat abses atau menjalar endometrium/salping. Keputihan ini dapat terjadi disebabkan oleh infeksi neisseria gonorrheae.
Page 19
35        7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputihan Keputihan bukanlah suatu penyakit. Pada dasarnya merupakan kejadian yang fisiologis (normal). Akan tetapi keputihan juga merupakan suatu manifestasi bahwa vagina terindikasi penyakit (patologis). Ada banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya keputihan baik yang bersifat internal (berasal dari tubuh) ataupun eksternal (faktor lingkungan). Faktor yang berasal dari organisme itu sendiri (faktor resiko intrinsik) dibedakan menjadi faktor jenis kelamin dan usia, faktor-faktor anatomi dan konstitusi tertentu, serta faktor nutrisi. Sedangkan faktor resiko yang berasal dari lingkungan (faktor resiko ekstrinsik) yang memudahkan seseorang terjangkit suatu penyakit tertentu. Berdasarkan jenisnya, faktor estrinsik ini dapat berupa: keadaan fisik, kimiawi, biologis, psikologis, sosial budaya, dan perilaku (Notoatmodjo, 2007). Menurut Sianturi (1996), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keputihan bermacam-macam. Keputihan dapat disebabkan oleh adanya infeksi (kuman, jamur, parasit, virus), adanya benda asing dalam liang senggama misalnya tertinggalnya kondom atau benda tertentu yang digunakan saat senggama, gangguan hormonal akibat mati haid, adanya kanker atau keganasan pada alat kelamin, dan kurangnya perilaku dalam menjaga kebersihan organ genital.
Page 20
36        Sabardi (2009) menyatakan bahwa ada dua hal yang menjadi faktor pendorong keputihan yaitu faktor endogen dan faktor eksogen yang keduanya saling mempengaruhi: a. Faktor endogen (berasal dari dalam tubuh) yaitu: (1) Kelainan pada lubang vagina. Kadang-kadang pada wanita ditemukan cairan dari liang senggama yang bercampur dengan air seni atau kotoran dari usus (feses). Hal ini dapat terjadi karena akibat adanya lubang kecil (fistul) dari kandung kemih atau usus keliang senggama akibat adanya cacat bawaan dan cidera persalinan (Clayton, 2005). Kelainan congenital atau bawaan yang tidak adanya sama sekali vagina atau sebagian (agenesis vagina) tentu akan menimbulkan masalah bagi penderita terutama adalah tidak dapat melakukan hubungan seksual dan jalan keluar darah haid. Penderita yang mengalami agenesis vagina frekuensinya tidak begitu banyak hanya 1:4000 kelahiran (Pribakti, 2010). (2) Imunitas Ketika daya tahan tubuh seseorang menurun, organ reproduksi cenderung mudah terinfeksi kuman, akibatnya dapat menimbulkan keputihan (Sabardi, 2009).
Page 21
37        b. Faktor eksogen (berasal dari luar tubuh): (1) Infeksi yang meliputi infeksi jamur, bakteri, parasit dan virus seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. (2) Non-infeksi yang meliputi masuknya benda asing ke vagina baik sengaja maupun tidak, perilaku cebok kurang tepat dan tidak bersih, daerah sekitar kemaluan lembab, stres dan kelainan endokrin atau hormon. (a) Benda Asing Vagina bagaikan lorong terbuka yang memungkinkan masuknya benda asing ke dalam tubuh. Sisa pembalut, kapas atau mungkin kondom adalah benda-benda asing yang bisa tertinggal di dalam vagina dan menyebabkan terjadinya keputihan. Pada anak perempuan mungkin bisa kemasukkan biji kacang, kancing, peniti yang setelah lama tertanam di dalam vagina akan membusuk dan menyebabkan keputihan (Kinasih, 2012). Benda-benda yang dimasukkan secara sengaja atau tidak sengaja ke dalam vagina seperti tampon, obat atau alat kontrasepsi, rambut kemaluan, benang yang berasal dari selimut, celana dan lainnya dapat menyebabkan keputihan (Suryana, 2009). Masuknya benda asing ke vagina baik sengaja maupun tidak yang dapat melukai epitel vagina misal tampon kondom dan benang AKDR (Sabardi, 2009).
Page 22
38        (b) Cebok/cara membersihkan vagina kurang tepat. Alat reproduksi dapat terkena sejenis jamur atau kutu yang dapat menyebabkan rasa gatal atau tidak nyaman apabila tidak dirawat kebersihannya. Gerakan cara membersihkan adalah dari daerah vagina ke arah anus untuk mencegah kotoran dari anus masuk ke vagina (Kusmiran, 2012). Membersihkan vagina perlu menggunakan trik yang khusus agar kuman yang ada di bagian belakang dekat anus tidak pindah ke bagian depan. Akan lebih baik jika membersihkan vagina dari bagian depan ke bagian belakang. Jangan melakukan berulang- ulang, karena tetap saja kuman dapat berpindah (Soebachman & Kissantie, 2012). Untuk membersihkan vagina dengan air, sebaiknya dilakukan dengan menggunakan shower toilet. Cara membersihkan vagina dengan shower toilet adalah dengan menyemprot permukaan luar vagina pelan-pelan dan menggosoknya dengan tangan. Membilas vagina dengan cairan khusus boleh saja, tapi tidak dianjurkan, asal jangan terlalu sering dan pilih yang tanpa parfum dengan pH-nya netral agar tidak mempengaruhi pH vagina (Suryana, 2009).
Page 23
39        (c) Area vagina yang lembab Kondisi vagina yang lembab dapat terjadi ketika setelah buang air kecil, daerah kemaluan tidak dikeringkan sehingga celana dalamnya basah dan menimbulkan kelembaban di sekitarnya (Sabardi, 2009). Lingkungan sekitar vagina yang lembab bisa menyebabkan bakteri dan jamur yang ada tumbuh dengan pesat, karena kondisi ini merupakan lingkungan yang ideal bagi jamur dan bakteri untuk berkembang biak. jika hal ini terus menerus dibiarkan, bisa menyebabkan infeksi (Ilahi, 2012). Tinggal di daerah tropis yang panas membuat kita sering berkeringat. Keringat ini membuat tubuh kita lembab, terutama organ seksual dan reproduksi yang tertutup dan berlipat. Akibatnya bakteri mudah berkembang biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tak sedap serta infeksi (keputihan) (Kinasih, 2012). Celana dalam ikut menentukan kesehatan organ intim. Bahan yang paling baik dari katun, karena dapat menyerap keringat dengan sempurna. Celana dari bahan satin ataupun bahan sintetik lainnya, justru menyebabkan organ intim menjadi panas dan lembab. Bahan pakaian luar pun perlu diperhatikan seorang wanita. Bahan dari jeans memiliki pori-pori yang sangat rapat, sehingga tidak memungkinkan udara untuk mengalir secara
Page 24
40        leluasa. Kondisi yang lembab dan basah bisa menjadi tempat pertumbuhan jamur dan kuman yang dapat menimbulkan keputihan (Pribakti, 2010). Jamur tumbuh subur pada keadaan yang hangat dan lembab. Celana dalam yang terbuat dari nilon tidak dapat menyerap keringat sehingga menyebabkan kelembaban. Campuran keringat dan sekresi alamiah vagina sendiri mulai bertimbun, sehingga membuat selangkangan terasa panas dan lembab. Keadaan ini menjadi tempat yang cocok untuk pertumbuhan jamur candida dan bakteri lain yang merugikan (Clayton, 2005). (d) Kondisi Stres Kondisi tubuh yang selalu tegang, cemas, kelelahan dan kurang istirahat dapat menimbulkan keputihan (Sabardi, 2009). Semua organ tubuh kinerjanya dipengaruhi dan dikontrol oleh otak, maka ketika reseptor otak mengalami kondisi stres, hal ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan dan keseimbangan hormon-hormon dalam tubuh dan hal ini dapat menimbulkan terjadinya keputihan (Suparyanto, 2010). Stres merupakan respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan tubuh yang terganggu, suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari, setiap orang mengalaminya, stres memberi dampak secara total
Page 25
41        pada individu yang meliputi fisik, psikologis, intelektual, sosial dan spiritual, stres dapat mengancam keseimbangan fisiologis. Stres dapat berpengaruh terhadap dinamika regulasi hormonal yang berdampak terhadap perubahan fungsi fisiologis sistem tubuh. Salah satunya adalah sistem reproduksi. Tanda-tanda dan gejala stres diantaranya adalah adanya peningkatan denyut jantung atau berdebar-debar, kekakuan otot terutama dibagian leher dan bahu, sulit tidur (insomnia), menurunnya konsentrasi atau suka lupa, makan terlalu banyak atau sedikit, mudah tersinggung dan marah, bertindak agresif dan defensive, otot-otot tegang, selalu merasa lelah, sakit kepala, perut, dan diare (Selye, 1956; Davis, et all, 1989; Kozier, et all, 1989 dalam Rasmun, 2009). (e) Gangguan hormonal Keputihan terjadi akibat perubahan hormon estrogen. Biasanya terjadi pada masa peralihan antara masa pubertas dan menjelang menopause (setelah masa subur/reproduktif) (Susmeiati, 2009). Keputihan yang fisiologis dapat timbul saat terjadi perubahan siklus hormonal, seperti sebelum pubertas, stres psikologis, sebelum dan setelah datang bulan, kehamilan, saat menggunakan kontrasepsi hormonal, atau saat menopause (Moechtar, 1986).
Page 26
42        8. Teori status kesehatan Gordon & Le Richt (1950) Berdasarkan teori status kesehatan model tradisional (ecological) adalah hasil interaksi antara pejamu (host) yaitu semua faktor yang terdapat dalam diri manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya serta perjalanan suatu penyakit. Faktor tersebut antara lain adalah keturunan, mekanisme pertahanan tubuh, umur, jenis kelamin, ras, status perkawinan, pekerjaan, dan kebiasaan hidup. Agen (agent) ialah substansi/elemen tertentu yang kehadirannya/ketidakhadirannya dapat menimbulkan/mempengaruhi perjalanan suatu penyakit. Substansi dan elemen yang dimaksud banyak macamnya, yang secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi 5 yaitu golongan abiotik yang meliputi nutrient, kimia, fisik, dan mekanik, dan golongan biotik yaitu biologik. Lingkungan (environmet) dapat berupa lingkungan fisik maupun lingkungan non-fisik. Status kesehatan dikatakan sehat jika hasil interaksi ketiga faktor tersebut dalam keadaan seimbang. Sedangkan status kesehatan dikatakan sakit jika hasil interaksi negatif atau ada gangguan. Gangguan keseimbangan tersebut dapat terjadi jika kemampuan agen meningkat misalnya virulensi bertambah atau resistensi bertambah; kepekaan host meningkat misal gizi turun, kecapekan, dan kekebalan tubuh menurun; pergeseran lingkungan yang meningkatkan kemampuan agen misalnya lingkungan kotor, hujan, perubahan lingkungan yang meningkatkan kepekaan host misal kepadatan penduduk, hujan, kemarau.
Page 27
43        Sedangkan menurut model web causation (jaring-jaring penyebab) bahwa perubahan dari salah satu faktor akan mengubah keseimbangan antara mereka, yang berakibat bertambah atau berkurangnya penyakit yang bersangkutan. Menurut model ini, suatu penyakit tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses sebab dan akibat. Dengan demikian maka timbulnya penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan memotong mata rantai pada berbagai titik (Notoatmojo, 2003).
Page 28
44        B. Kerangka Teori Gambar 2.1. Kerangka teori (Modifikasi teori: Gordon & Le Richt (1950) dalam Mansjoer, et al (2001); Sabardi (2009); Notoatmodjo, 2003). Keputihan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksogen dan endogen. Faktor endogen adalah faktor yang berasal dari host/pejamu yang meliputi imunitas dan adanya kelainan vagina. Sedangkan faktor eksogen adalah faktor yang berasal dari luar yang terdiri dari agen dan lingkungan. Faktor agen merupakan faktor infeksi yang meliputi invasi bakteri, jamur, parasit dan virus. Sedangkan faktor lingkungan merupakan faktor non infeksi yang dapat meliputi perilaku cebok, kondisi stres, keadaan vagina yang lembab, terjadinya gangguan hormonal dan adanya benda asing. KEPUTIHAN ENDOGEN EKSOGEN HOST IMUNITAS KELAINAN VAGINA AGENT ENVIRONMENT INFEKSI NON INFEKSI 1. BAKTERI 2. JAMUR 3. PARASIT 4. VIRUS 1. CEBOK 2. STRES 3. VAGINA LEMBAB 4. GANGGUAN HORMONAL 5. BENDA ASING
Page 29
45        C. Kerangka Konsep Kerangka konsep dari penelitian ini adalah: : Diteliti Gambar 2.2. Kerangka konsep penelitian D. Hipotesis Terdapat hubungan antara perilaku membersihkan daerah kewanitaan dan stres dengan kejadian keputihan pada mahasiswi di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.           Variabel Independen Variabel Dependen Keputihan Faktor eksogen non infeksi: 1. Cebok 2. Stres